Faktor yang Mempengaruhi Sulitnya Normalisasi Pendidikan Bahasa Inggris di Pedesaan
Nurfazriyah. Foto : DOK FOR ENIMEKSPRES.CO.ID--
BACA JUGA:Disrupsi BSI
Faktor yang ke empat yaitu jauhnya akses pendidikan bahasa Inggris.
Sekolah pedesaan tidak memiliki banyak kesempatan untuk mengetahui bahasa Inggris seperti halnya sekolah perkotaan.
Akses untuk mendapat informasi tentang bahasa Inggris sangat terbatas, begitu juga dengan pembelajaran bahasa Inggris berbasis teknologi.
Banyak lembaga kursus bahasa Inggris didirikan diperkotaan namun untuk pedesaan sendiri tidak ada satupun lembaga yang membuka program kursus bahasa Inggris, sehingga akses untuk mendapatkan pendidikan bahasa Inggris semakin sulit.
BACA JUGA:Menyoal 'Miskin' Kosakata Bahasa Indonesia
Sekolah dengan kurikulum nasional plus sendiri sudah sangat menjamur di daerah perkotaan, dimana sekolah nasional plus ini menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar saat kegiatan belajar mengajar di sekolah.
Di sekitaran desa yang saya observasi sendiri sekolah nasional plus masih sangat jarang ditemui, untuk bertemu dengan sekolah nasional plus anak-anak di desa tersebut perlu menempuh jarak ± 11 kilometer.
Sehingga, pandangan masyarakat desa tersebut terkait sekolah nasional plus masih menjadi hal yang tak mereka hiraukan, bahkan beberapa warga desa di antaranya banyak (tidak semua) yang tidak mengetahui keberadaan sekolah dengan kurikulum nasional plus.
Faktor yang kelima yaitu minimnya perhatian pemerintah setempat terkait pendidikan Bahasa Inggris di desa tersebut.
BACA JUGA:Pengaruh Positif Interaksi Anak Usia Dini dengan Teknologi Terhadap Perkembangan Kognitif
Pemerintah setempat sendiri tidak pernah mengadakan program penyuluhan terkait pentingnya bahasa Inggris diterapkan, pemerintah setempat hanya fokus untuk mengadakan program pemberian bantuan tunai bersyarat yang diberikan kepada Keluarga Penerima Manfaat (KPM) dengan tujuan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat.
Namun, perkembangan kecerdasan warganya kurang diperhatikan.
Guru-guru di sekolah pedesaan juga tidak difasilitasi dengan pelatihan terhadap proses pembelajaran seperti pelatihan kurikulum terbaru, dimana seharusnya guru juga harus memperoleh pelatihan guna tercapainya tujuan.
Hal tersebut tentu saja sangat memerlukan perhatian pemerintah lebih dalam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: