Menyoal Nepotisme dalam Pemilihan Langsung

Menyoal Nepotisme dalam Pemilihan Langsung

FERDIAN ANDI . FOTO : IST/ENIMEKSPRES.CO.ID--

Dalam pemilihan langsung, praktik nepotisme memiliki dampak merusak bagi demokrasi. Pemilihan langsung yang dibangun dengan nepotisme secara paralel akan menihilkan profesionalisme dan mengabaikan meritokrasi yang berbasis kinerja dan rekam jejak calon pejabat publik. Kriteria ideal itu dibenamkan praktik nepotisme.

Praktik nepotisme dalam pemilihan langsung ruangnya mulai dari tahapan pencalonan kandidat hingga proses pemilihan. Pihak yang memiliki otoritas dan pengaruh memengaruhi partai politik untuk mendukung dan mencalonkan anggota keluarga maupun kroni yang tidak memiliki rekam jejak. Dalam waktu yang bersamaan, praktik nepotisme mengabaikan proses kaderisasi dan meritokrasi dalam partai politik.

Dalam pemilihan langsung, praktik nepotisme dinormalisasi atas nama pilihan rakyat melalui sistem demokrasi. Padahal, proses penentuan kandidasi hingga pemilihan ditopang dan dipengaruhi oleh keluarga atau kroni yang memiliki pengaruh, akses kekuasaan, dan sumber daya. Pembenaran praktik nepotisme melalui pemilihan langsung itu harus disetop untuk mewujudkan penyelenggaraan negara yang bersih dan bebas dari KKN.

Stop Nepotisme

Pengelolaan negara yang bebas dari KKN mesti mewujud dalam penyelenggaraan negara dari tingkat pusat hingga tingkat terbawah. Sayang, merujuk laporan Transparency International (TI) pada 2022, indeks persepsi korupsi (corruption perceptions index) Indonesia justru melorot empat poin jika dibandingkan tahun sebelumnya, yakni di angka 34.

BACA JUGA:Tingkatkan SOP Pengamanan Lapas, Ini yang Disampaikan Kalapas Muara Enim

BACA JUGA:LBBHS Beri Penyuluhan Hukum Tentang KDRT dan Kekeraan Anak di Desa Muara Lawai Muara Enim Sumsel

Larangan praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme secara normatif telah diatur dalam berbagai peraturan perundang-undangan. Namun, penormaan itu tak menimbulkan kepatuhan yang optimal di ruang publik. Praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme masih saja muncul di lingkungan penyelenggara negara, bahkan cenderung vulgar.

Secara khusus, praktik nepotisme dalam pemilihan langsung semestinya dapat disetop melalui partai politik sebagai institusi yang memiliki fungsi rekrutmen jabatan publik. Dalam memaksimalkan fungsi tersebut, partai politik dituntut memiliki sistem yang kukuh dalam hal kaderisasi, pencalonan, dan pendanaan.

Namun, munculnya praktik nepotisme dalam pemilihan langsung tidak terlepas dari lemahnya pelembagaan kaderisasi di partai politik. Minimnya kader partai yang layak dikontestasikan dalam pemilihan langsung menjadikan partai politik tergoda untuk menempuh jalan pintas (shortcut).

Di persoalan lainnya, mekanisme pencalonan kandidat dalam pemilihan langsung juga mesti dilakukan secara transparan dengan indikator yang jelas. Kriteria dan indikator yang terukur menjadi basis pencalonan. Pembentukan sistem pencalonan yang transparan secara linier akan menutup rapat celah praktik nepotisme.

BACA JUGA:Muara Enim Ditetapkan Menjadi 5 Dapil, Ini Rinciannya

BACA JUGA:641.635 Guru Madrasah Ikuti Bimtek Implementasi Kurikulum Merdeka

Bagian lain, yang juga krusial, pendanaan partai politik dalam pemilihan langsung menjadi kata kunci penting untuk menutup celah munculnya praktik nepotisme. Surplus sumber daya pemegang otoritas kuasa kerap menjadi pemikat partai politik untuk mencalonkan kerabat dan kroni pemilik otoritas dengan mengabaikan prosedur pengaderan dan pencalonan.

Pemilu 2024 dan Pilkada 2024 menjadi ujian untuk memastikan amanat reformasi yang salah satunya berupa pembentukan penyelenggara negara yang bersih dan bebas dari KKN dibuktikan melalui proses pencalonan anggota legislatif (caleg) dan kepala daerah yang terbebas dari praktik nepotisme. Caleg dan calon kepala daerah pada akhirnya kelak akan menjadi penyelenggara negara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: