Fenomena Motherless-Fatherless di Muara Enim

Fenomena Motherless-Fatherless di Muara Enim

Venny Delviari, S.A.P. Foto : DOK PRIBADI--

Oleh: Venny Delviari, S.A.P (Penulis adalah Pegawai BPS Kabupaten Muara Enim)

PUBLIKASI Muara Enim Dalam Angka 2024 menunjukkan bahwa angka perceraian yang tercatat di kantor Pengadilan Agama Kabupaten Muara Enim meningkat drastis dalam dua tahun terakhir.

Peristiwa perceraian tercatat sebanyak 437 kejadian pada 2023 dan menjadi 1.019 kejadian pada 2024 atau tumbuh sebesar 316 persen.

Ditilik dari sisi jenis kelamin, perceraian lebih banyak diajukan oleh perempuan dibandingkan oleh laki-laki.

Pada 2024 perempuan yang mengajukan cerai gugat sebanyak 689 kejadian (68%) dan laki-laki yang mengajukan cerai thalak sebanyak 330 kejadian (32%).

Sementara jika ditilik dari sisi wilayah, pada 2024 perceraian terbanyak terjadi di Kecamatan Muara Enim (186 kejadian) dan Kecamatan Lawang Kidul (153 kejadian).

Data tersebut menarik untuk dicermati, baik dari sisi sosial, ekonomi, budaya, hukum maupun agama.

Namun dalam hal ini fokus perhatian lebih kepada  pihak yang paling dirugikan akibat perceraian yaitu anak, walau tidak memungkiri ada sebagian kecil yang merasa tidak berpengaruh dalam kehidupan.

Secara normatif, tidak ada pasangan suami-istri yang menghendaki pernikahanya berakhir dengan perceraian.

Tetapi sebagai fakta kehidupan, perceraian  tak dapat dihindari, sebagaimana telah ditunjukkan oleh data di atas. 

Menurut BPS (2024), faktor penyebab terjadinya perceraian di Sumatera Selatan yaitu akibat perselisihan dan pertengkaran terus-menerus (85,15%), ditinggalkan salah satu pihak (3,89%), ekonomi (3,78%), kekerasan dalam rumah tangga (3,15%), dihukum penjara (1,68%), judi (1,05%), murtad (0,21%) serta zina dan poligami (0,10%).

Data yang sama menunjukkan bahwa Muara Enim menjadi penyumpang perceraian terbanyak keempat se Sumatera Selatan, setelah Palembang, Lubuk Linggau dan Ogan Komering Ilir. 

Apapun alasannya, baik suami maupun istri yang bercerai pastilah merasakan pahit dan getir.

Tetapi luka dan penderitaan terdalam akibat perceraian justru dirasakan oleh anak.

Anak adalah pihak yang paling dirugikan atau korban utama akibat perceraian.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: