Kebebasan Pers: Wartawan Berpikir Kritis Tanpa Batas

Kebebasan Pers: Wartawan Berpikir Kritis Tanpa Batas

Pengajar Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) PWI, dan penguji kompetensi wartawan, Mohammad Nasir menyampaikan materi mata ajar Critical Thinking, di SJI Semarang, Jawa Tengah, 26 Juni 2024. Foto : DOK --

Walaupun feature ditulis dengan menggunakan diskripsi dan terasa seperti novel, bahan utamanya tetap serangkaian fakta (non-fiction), bukan fiction seperti novel.

Berpikir kritis, skeptis, dan menggali kebenaran dari berbagai dimensi, informasi yang disajikan wartawan akan teruji kebenarannya.

Masyarakat yang berhak mendapatkan informasi pun memperoleh informasi yang benar. (*)

*Materi ditulis untuk mata ajar Critical Thinking pada Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI)- PWI Pusat.

Sumber Bacaan:

1. Atmakusumah dalam Panduan Jurnalistik Praktis, Mendalami Penulisan Berita dan Feature, Memahami Etika dan Hukum Pers, Penerbit Lembaga Pers Dr Soetomo, 2014). 

2. Malik, Dedy Djamaluddin, Jalaluddin Rakhmat, dan Mohammad Shoelhi (Editor), Komunikasi Internasional, PT Remaja Rosdakarya, 1993.

3. Rich, Carole, Writing and Reporting News, A Coaching Methode, Wadsworth Chengage Learning, 2010.

4. Goodwin, H. Eugene, Groping for Ethics in Journalism, Iowa State University Press, USA, 1983. 

5. Harian Kompas, 27 Januari 2024.

6. Hohenberg, John, Free Press, Free People The Best Cause, The Free Press, New York and Collier Macmillan Publishers, London, 1973.

7. Undang-Undang No 40/Tahun 1999 tentang pers.

8. Pedoman-pedoman pemberitaan yang dikeluarkan oleh Dewan Pers.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: