Kebebasan Pers: Wartawan Berpikir Kritis Tanpa Batas

Kebebasan Pers: Wartawan Berpikir Kritis Tanpa Batas

Pengajar Sekolah Jurnalisme Indonesia (SJI) PWI, dan penguji kompetensi wartawan, Mohammad Nasir menyampaikan materi mata ajar Critical Thinking, di SJI Semarang, Jawa Tengah, 26 Juni 2024. Foto : DOK --

Untuk menghindari opini, jangan menggunakan kata sifat kecuali dengan menunjukkan fakta-faktanya secara memadai.

Lebih baik mengganti kata sifat dengan kata kerja dan kata benda yang jelas.

Misalnya kata sifat “kaya”, diganti dengan kata “memiliki 50 rumah masing-masing seharga di atas Rp 5 miliar”, kata “cantik”, diganti dengan kata-kata yang sudah umum dipahami masyarakat, misalnya “hidung mancung, rambutnya berombak”, dan seterusnya.

Sejumlah kata sifat yang perlu dihindari antara lain, hebat, baik, luar biasa, cantik, indah, ramah, mudah, sulit, kotor, segar, buruk, murah, mahal, besar, kecil.

Dengan menguraikan kata sifat, wartawan tidak mudah terjebak dalam permainan kata orang-orang politik.

Misalnya, ada yang mengatakan calon wakil presiden A tidak sopan.

Kata “tidak sopan” harus dijelaskan atau didiskripsikan dan atau dinarasikan, supaya wartawan tidak ikut beropini.

“Ketika kamu menggunakan kata sifat, kamu akan berisiko menyelipkan opinimu ke dalam cerita,” kata Carole Rich dalam bukunya Writing and Reporting News, A Coaching Methode, Wadsworth Chengage Learning, 2010.

Wartawan dalam kode etik jurnalistik tidak boleh menulis opininya sendiri.

Wartawan hanya melaporkan kejadian, dengan keadaan apa adanya dengan sudut pandang yang menarik.

Diskripsi dan Narasi

Dalam berpikir kritis, wartawan diharapkan menjadi lebih teliti dan  mampu menyampaikan tulisan-tulisan yang berwarna, menggunakan diskripsi dan narasi.

Dalam menulis feature misalnya, wartawan dituntut mempunyai kemampuan menarasikan suatu kejadian atau keadaan yang dilihatnya sendiri atau berdasarkan interview yang sangat detil.

Narrative writing, suatu tulisan bertutur yang dramatik, merekonstruksi kejadian, untuk mengajak pembaca seakan-akan menjadi saksi atau menyaksikan kejadian yang sedang dituturkan penulis.

Wartawan juga dituntut mampu menyampaikan informasi dengan gaya diskripsi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: