Tentu saja, mencari solusi bagi persoalan bangsa dan memperjuangkan keadilan bukan hanya tugas advokat, namun tugas kita semua terutama para penegak hukum.
Thomas S. Kuhn, seorang ilmuwan yang mendalami filsafat ilmu pengetahuan (the philosophy of science) dalam The Structure of Scientific Revolutions (the University of Chicago, 1970) menuliskan opininya yang kurang lebih seperti ini:
Secara saintifik, apabila di suatu masyarakat banyak terjadi anomali (dalam penegakan hukum misalnya), maka suatu saat akan terjadi perubahan paradigma dan akan lahir kelompok-kelompok pencerah yang akan menyuarakan kebenaran dan keadilan.
BACA JUGA:Evaluasi Bermakna dan Berkualitas: Hasil Kolaborasi yang Membawa Perubahan
Perlu lebih banyak pendekar dan pahlawan keadilan
Beberapa waktu lalu kita dikejutkan dengan sejumlah penangkapan terhadap aparat penegak hukum yang diduga melakukan suap, gratifikasi, korupsi dan pemufakatan jahat.
Tiga orang hakim ditangkap dan menjadi tersangka di PN Surabaya.
Mereka adalah Erintuah Damanik, Mangapul dan Heru Hanindyo.
BACA JUGA:Asesmen Nasional: Langkah Maju Atau Sekadar Pengganti dalam Evaluasi Pendidikan di Indonesia?
Seorang advokat bernama Lisa Rachmat juga ditangkap.
Mereka diduga terlibat permufakatan jahat atas kasus pembunuhan yang dilakukan Gregorius Ronald Tannur terhadap pacarnya.
Publik dibuat terhenyak terkait kasus ini karena diduga melibatkan seorang mantan pejabat MA Zarof Ricar (ZR) yang juga ditangkap dan menjadi tersangka dengan dugaan terlibat dalam pemufakatan jahat untuk membebaskan Tannur.
Lebih menggemparkan publik lagi ternyata di rumah ZR didapati gunungan uang yang mencapai Rp920.000.000.000.000 atau hampir Rp 1 trilyun dan emas 51 kg.
BACA JUGA:Sudah Idealkah Penerapan Jam Kerja Pegawai di Indonesia?
Beginikah sesungguhnya gambaran dunia peradilan kita? Begitukah caranya untuk mendapatkan keadilan di negeri ini?
Jika kita menyimak UUD 1945 secara tegas dikatakan bahwa kita adalah negara hukum (Pasal 1 ayat 3).