DENPASAR, ENIMEKSPRES.CO.ID - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) dan Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) bergerak cepat menindaklanjuti Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor Register 103/PUU-XXI/2023.
Putusan MK itu memperpanjang batasan jangka waktu permohonan bantuan medis, psikologis, psikososial dan kompensasi bagi korban terorisme masa lalu.
Tak ingin buang waktu, duet institusi pelaksana perlindungan korban terorisme ini langsung menggelar pertemuan dengan sejumlah pemangku kepentingan di Bali.
Pertama, sosialisasi Putusan MK kepada jajaran kepolisian, organisasi perangkat daerah di lingkungan pemerintah provinsi dan beberapa perwakilan rumah sakit, yang digelar di kantor Pemprov Bali, Kamis 10 Oktober 2024.
BACA JUGA:LPSK Berikan Perlindungan Pada 11 Pemohon Kasus Daycare Depok
BACA JUGA:Pemprov Sumsel-LPSK Bakal Kerja Sama Tingkatkan Perlindungan dan Pemenuhan Hak Korban Kekerasan
Kemudian, pada Jumat 11 Oktober 2024, sosialisasi dilanjutkan dengan sasaran wartawan dari sejumlah media massa di Bali.
Dari acara bertajuk, “Ngobrol sambil Ngopi (NGOPI) bersama LPSK dan BNPT" itu, diharapkan informasi mengenai putusan MK yang memperpanjang batasan jangka waktu permohonan bagi korban terorisme masa lalu, dapat tersiar lebih luas ke publik.
Sosialisasi Putusan MK ini waktunya hampir bersamaan dengan momentum Peringatan Peristiwa Bali I yang diperingati setiap 12 Oktober setiap tahun.
Korban terorisme masa lalu sendiri, dimaknai mulai dari Peristiwa Bali I pada 2002 hingga peristiwa terorisme lainnya sebelum tahun 2018, atau pada saat UU Nomor 5 Tahun 2018 diundangkan.
BACA JUGA:Laksanakan Program TJSL, PTPP Mendukung Program Air Bersih di Kupang NTT
BACA JUGA:Aice Hadirkan AICE Crispy Balls Edisi Terbatas Gregoria dan Veddriq
Wakil Ketua LPSK, Mahyudin mengatakan, setelah adanya putusan MK itu, LPSK dan BNPT memiliki waktu hingga 2028 untuk menjangkau korban terorisme masa lalu yang belum mengajukan bantuan, baik medis, psikologis, psikososial dan kompensasi dalam kurun waktu 2018-2021 sebagaimana mandat UU Nomor 5 Tahun 2018.
“Batasan jangka waktu yang cukup singkat menyebabkan masih ada korban yang belum mengajukan haknya,” kata Mahyudin.
Menurut Mahyudin, korban ingin disamakan haknya sebagaimana diatur dalam Pasal 27 (1) UUD 1945, yang menyebutkan, "Segala warga negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan”.