"Kami minta pemerintah daerah lebih serius memperhatikan permasalahan ini untuk meninjau ulang kebijakan dispensasi angkutan batu bara yang melintas di dalam kota," tegas Andi.
Permintaan ini bukan tanpa alasan, apalagi dampak buruk yang ditimbulkan bagi masyarakat juga cukup banyak.
Dampak dimaksud mulai dari polusi debu, kerusakan infrastruktur jalan, hingga kemacetan, serta rawan kecelakaan.
BACA JUGA:Truk Bermuatan 35 Ton Batu Bara Ilegal Diamankan Polisi, Tuh Mobilnya
BACA JUGA:Tambang Batu Bara Ilegal Kian Marak, LSM GEMASULIH Sumsel Surati Kemen-LHK, Panglima TNI dan Kapolri
Debu dari angkutan itu juga ikut merusak tanaman yang berada di sepanjang jalan.
Padahal, tanaman itu berfungsi untuk mengurangi polusi udara dan meredam kebisingan.
"Kalau dibiarkan, maka tanaman ini bisa layu, mongering, dan perlahan akan mati," sebut Andi.
Di sisi lain, permintaan PT Duta Bara Utama (DBU) agar angkutan batubaranya bisa melintas di jalan umum di Muara Enim telah diajukan sejak tahun lalu.
BACA JUGA:Tambang Batu Bara Ilegal di Muara Enim Kian Marak, APH Terkesan ‘Tutup Mata’
Namun, persoalan disetujuinya permintaan itu oleh Pemkab Muara Enim belum mendapat sosialisasi yang jelas.
Dalam rapat bersama Pemkab Muara Enim akhir November tahun lalu, Pemerintah bisa saja memberikan izin melintas di jalan umum, asalkan memenuhi beberapa persyaratan.
Adapun perjanjian atau syarat yang dilakukan, seperti seluruh data sopir termasuk mobil yang digunakan dengan nomor polisinya dan nomor lambung dari seluruh angkutan yang mencantumkan nama perusahaan.
Hal itu dilakukan untuk memudahkan pengawasan oleh tim terpadu.