Ketum DePA-RI Ingatkan Pentingnya Paradigma 'Justitia Omnibus'
Pertemuan dua sahabat, masing-masing pendiri DePA-RI, TM Luthfi Yazid (kanan) dan pendiri Indonesian PhD Council, Prof Dr. Hayyan ul Haq (kiri) di Lombok NTB belum lama berselang. Foto: Humas DePA-RI--
Dr. Luthfi Yazid juga menyinggung kasus-kasus kontroversial yang menyita perhatian publik seperti pernyataan Presiden RI Prabowo Subianto yang mengimbau para koruptor untuk mengembalikan harta negara yang dikorupsi.
Begitu pula terhadap kebijakan kontroversial pemerintah yang mengembalikan para terpidana kembali ke negara mereka masing-masing.
BACA JUGA:Siaga Bencana, PT Bukit Asam Kirim Bantuan dan Tim Tanggap Darurat ke Sukabumi
BACA JUGA:BNPT Terima Surat Keputusan dan Sertifikat Lisensi LSP dari BNSP
Dr. Luthfi Yazid menchallenge strategi seperti apa yang dapat dilakukan dalam menyeimbangkan legal idealisme dan legal realism tersebut.
Menurut Ketum DePA-RI, terhadap kedua masalah hukum yang kontroversial itu, Guru Besar dan mantan Dekan FH-UI Prof. Dr. Topo Santoso, S.H., M.H melihat bahwa secara kongkrit Prabowo mengungkapkan komitmennya dalam pemulihan semua kerugian negara yang diakibatkan oleh para koruptor.
Dalam hal ini seharusnya jajaran pemerintah di bawah Presiden, yaitu Menkumham dan aparat penegak hukum segera bekerja untuk memvisualisasikan dan mewujudkan idealitas tersebut.
Langkah yang dilakukan misalnya melalui pembentukan undang-undang atau peraturan seperti Deferred Prosecution Agreement yang mengatur prosedur, proses atau tahapan dalam teknis hukum pidana terkait pengembalian dana yang dikorupsi itu.
BACA JUGA:Laznas PPPA Daarul Qur’an Borong 7 Penghargaan dalam Ajang IFA Award 2024
BACA JUGA:Aplus Komitmen Dukung Pembangunan Indonesia Melalui Sistem Konstruksi Modern
Langkah itu sangat penting guna menghindari pendikotomian antara idealitas dan legalitas, di mana seharusnya tidak dipertentangkan atau membuat pilihan antara idealitas dan realitas hukum.
Keduanya adalah mazhab pendekatan yang seharusnya bisa diintegrasikan dalam memvisualisasikan dan mewujudkan pengembanan hukum yang berkeadilan bagi semua (Justitia Omnibus).
Demikian pula ketika menanggapi proses pengembalian tahanan terpidana, Prof. Topo melihat adanya permasalahan di level perundang-undangan, karena sampai saat ini Indonesia belum menandatangani perjanjian (Strassboug Agreement) pengembalian tahanan dan belum memiliki undang undang pemindahan tahanan.
Kebijakan yang dibuat oleh pemerintah selama ini hanya berdasarkan pada pendekatan non-hukum, melalui bubungan politik dan persahabatan kedua negara.
BACA JUGA:2 Menteri Bakal Hadiri Kick Off HKSN 2024 di Taman Firdaus Desa Talaga Mancak
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: