Tipidter Polda Sumsel dan Inspektur Tambang Cek Limbah PT BAS, Kenapa?

Tipidter Polda Sumsel dan Inspektur Tambang Cek Limbah PT BAS, Kenapa?

Tampak pohon karet warga mati lantaran diduga tercemar limbah PT BAS. Foto : DOK/ENIMEKSPRES.CO.ID--

BACA JUGA:Serap Aspirasi Masyarakat, Ini yang Dilakukan Gubernur Sumsel Herman Deru

Rizal menjelaskan mulai 2016 ketika disposal tersebut terbentuk dan limbah masuk ke area perkebunan.

Dampaknya ada penurunan hasil kebun, berangsur dari 1 ton hingga saat ini hanya menghasilkan 100 kg karet per tiga bulan.

Luas lahan kebun karet tersebut 2,5 hektare berdasarkan surat kepemilikan yang ditanami kebun karet dengan bibit unggul dari tanah Sumbawa.

Kemudian penanaman berdasarkan pola atau teknis pertanian dan perkebunan. 

BACA JUGA:Terdakwa Pemerkosaan di Lahat Sumsel Dituntut 7 Bulan Penjara, JPU Kejari Lahat Beri Penjelasan Begini, Simak

“Lokasi kebun secara geografis dekat dengan Sungai Enim dan Air Purut. Keadaan kebun yang rusak permanen lebih kurang 6000 meter persegi atau lebih kurang setengah hektare karena pembangunan Disposal," ujarnya.

Lanjutnya, semula di dekat kebun tersebut ada Danau Pujian sumber air resapan.

Jika menurut legenda (hikayat), kata dia, dahulunya itu merupakan Sungai Enim Ngalih karena habitat di sana persis habitan di Sungai Enim seperti didapati ikan Belida, ikan Seluang dan Lampam.

“Danau resapan tersebut oleh PT BAS ditimbun, akibatnya air yang selama ini mengalir ditambah lagi pembangunan disposal sehingga air tersebut bercampur limbah dan masuk ke kebun orangtua, terkurung dan tergenang, lama-kelamaan pohon-pohon karet beserta tanaman lainnya mengering dan mati,” jelasnya.

BACA JUGA:Kepala Desa Ini Sebut Jembatan Air Sugihan Sudah Dinantikan Masyarakat Sejak 40 Tahun Lamanya

Hal ini dinilai sangatlah merugikan bagi orangtuanya, karena dengan tidak produktifnya kebun tersebut telah menghilangkan mata pencaharian orang tuanya, yang tadinya 800 kg sampai 1 ton per bulan, saat ini hanya 100 kg per 3 bulan.

Pihaknya sudah meminta PT BAS untuk mengganti kerusakan, secara persuasif keluarga sudah menemui manajemen PT BAS di kantornya.

Tetapi dari hasil pertemuan tersebut harga yang mereka tawarkan sangatlah rendah tanpa memperhitungkan dampak dan kerugian lainnya.

Diakuinya, pada tahun 2016 PT BAS sempat memberikan dana tali kasih atau uang kerohiman seberas Rp3,5 juta.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: