Dalam rangka meningkatkan kualitas hidup korban, pada 2024 LPSK telah memberikan bantuan Psikososial pada korban dan keluarga korban berupa modal usaha (215), biaya renovasi rumah (38), pelatihan kerja (10), dan bantuan alat kerja (3).
BACA JUGA:Masyarakat Bisa Mengajukan Perlindungan ke LPSK Jika Konflik Pilkada Mengancam Jiwa
BACA JUGA:Ini Harapan LPSK pada Pemerintahan Prabowo-Gibran
Pada Desember 2024, LPSK akan mengakselerasi penyerahan bantuan Psikososial kepada korban di berbagai daerah, untuk melanjutkan penyerahan psikososial yang telah dimulai bulan November yang lalu.
Para korban berharap kepada Pemerintah agar program pemulihan terhadapnya terus dilanjutkan dan/atau ditingkatkan.
Sebelumnya, pada Tim Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia Berat lalu LPSK telah menyampaikan informasi sebanyak 5.146 terlindung korban pelanggaran HAM yang berat yang tersebar di 18 provinsi perlu mendapatkan pemulihan.
Mereka terdiri dari kasus peristiwa 1965, Talangsari, Peristiwa Mei 98, Trisakti-Semanggi, Penghilangan Paksa 1998, Petrus, Jambo Keupok, Simpang KKA, dan Rumoh Geudong. Namun, hingga kini kebijakan tersebut belum ada kejelasan tindak lanjutnya.
BACA JUGA:Berantas Judi Online, LPSK Siap Jaga Kerahasiaan Saksi
BACA JUGA:LPSK Apresiasi Tim Satgas TPPO Gagalkan Pemberangkatan Pekerja Migran Ilegal
Berdasar jumlah layanan pada terlindung PHB sejak 2012-2023, bantuan paling tinggi diberikan pada bantuan medis (4.398), psikologis (644) dan psikososial 104.
Berdasar tantangan pemulihan LPSK selama ini yang penuh keterbatasan anggaran, Anton menegaskan perlunya komitmen politik yang komprehensif oleh pemerintah sekarang untuk membuat kebijakan khusus untuk korban pelanggaran HAM masa lalu.
Karena hal tersebut sudah menjadi kewajiban negara untuk memberikan pemenuhan pemulihannya.