Sudah Idealkah Penerapan Jam Kerja Pegawai di Indonesia?

Jumat 27-09-2024,07:06 WIB
Reporter : Nadhea Fairuz Harly, SST
Editor : Andre

BACA JUGA:Kunci Memulai Pembelajaran Bahasa Inggris Pada Anak Usia Dini Yaitu Melalui Fonik

Sebagaimana hasil penelitian Jon Pencavel, seorang peneliti dari Universitas Stanford, yang dirilis Forbes menyebutkan bahwa output pekerja dengan durasi kerja selama 70 jam seminggu memiliki selisih yang relatif sedikit dibandingkan output pekerja dengan durasi kerja selama 56 jam per minggu.

Dengan demikian, selisih 14 jam yang ada sebenarnya dapat dialokasikan untuk kegiatan lain selain bekerja seperti istirahat, pengembangan diri, agenda keluiarga, aktivitas kesehatan, ataupun hiburan.

Sudah tidak ideal lagi opini yang mengatakan bahwa semakin banyak jumlah jam kerja maka semakin banyak output kinerja yang dihasilkan.

Bukannya mempercepat pencapaian output perusahaan, justru akan terjadi sebaliknya, malah akan menurunkan produktivitas kinerja dari pegawai/karyawan perusahaan.

BACA JUGA:Faktor yang Mempengaruhi Sulitnya Normalisasi Pendidikan Bahasa Inggris di Pedesaan

BACA JUGA:Sebanyak Apakah Manfaat dari Menanamkan Bahasa Inggris Sejak Dini

Apabila tujuan utama dari instansi/perusahaan adalah untuk meningkatkan produktivitas pekerja maka penambahan jam kerja bukan menjadi sebuah solusi.

Penguatan kapasitas dan keterampilan pekerja adalah salah satu kunci untuk meningkatkan efektivitas jam kerja yang sudah dimiliki.

Selain itu, perlu adanya perhatian dari perusahaan untuk menumbuhkan kesadaran diri bagi para pekerja supaya selalu disiplin dalam menggunakan jam kerja.

Dengan ini, para pekerja bisa memberi kontribusi maksimal dalam setiap tugas pekerjaannya.

BACA JUGA:Peran Orang Tua dalam Membentuk Perilaku dan Kecerdasan Anak Usia Dini

BACA JUGA:Penggunaan Metode Read Aloud Untuk Meningkatkan Kemampuan Bahasa Pada Anak Usia Dini

Kontribusi pemerintah juga tidak lepas untuk meningkatkan kapasitas SDM pekerja di Indonesia sesuai dengan kebutuhan pasar tenaga kerja, seperti memberikan pembekalan, kursus keahlian dasar, pelatihan/magang, dan sebagainya.  

Sebagai contoh di Badan Pusat Statistik, sesuai dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2023 tentang Aparatur Sipil Negara, telah mewajibkan setiap pegawai untuk melakukan pengembangan kompetensi paling sedikit 20 jam pelajaran dalam satu tahun.

Pengembangan kompetensi ini dapat dilakukan melalui seminar, workshop, kursus, bimbingan teknis, sosialisasi, dan sebagainya.

Kategori :