Satelit GEO umumnya lebih besar dan lebih mahal karena teknologi dan perlengkapan yang lebih kompleks, serta kebutuhan untuk bertahan di orbit yang lebih tinggi.
Starlink menggunakan teknologi phased-array untuk antena, yang memungkinkan satelit mengarahkan sinyal tanpa harus memindahkan satelit itu sendiri.
Sistem ini dirancang untuk latency rendah dan kecepatan tinggi.
Alat penangkap sinyal satelit hanya menggunakan antena kecil dan alat seukuran laptop besar yang bisa dipindah-pindahkan.
BACA JUGA:Taiwan Belum Bisa Gabung WHO, Tapi Siap Berbagi dan Minta Dukungan Indonesia
Sedang Satelit GEO harus menggunakan antena besar yang tetap untuk komunikasi berkapasitas tinggi.
Biasanya disebut stasiun Bumi.
Karena itu satelit konvensional butuh mitra (perusahaan lain) untuk mendistribusikan layanannya ke masyarakat.
Itulah perusahaan operator seluler dan ISP yg menjadi mitra perusahaan satelit.
BACA JUGA:Degradasi Bandara SMB II Palembang “Tanggung Jawab Saya Mengembalikan Gelar Internasional”
Beda dengan Starlink yang sesungguhnya tidak butuh mitra seperti itu.
Mereka bisa melayani langsung ke publik tanpa pihak ketiga.
Maka masuknya Starlink itu bisa menjadi awal kematian perusahaan-perusahaan nasional yang bergerak di bidang internet, seluler bahkan satelit di Indonesia.
Ada 400 lebih perusahaan ISP tersebar melayani internet di Indonesia.
BACA JUGA:Putusan MK soal Pilpres 2024 Menyelamatkan Bumi?
Mereka yang langsung terancam.