Oleh: Henry Subiakto
Penulis adalah Guru Besar FISIP Universitas Airlangga dan Wakil Ketua Dewan Pakar Serikat Media Siber Indonesia (SMSI)SAYA tidak setuju Starlink diijinkan beroperasi di Indonesia.
Starlink tak hanya berpotensi membangkrutkan perusahaan nasional di bidang telekomunikasi dan internet service provider, seperti group telkom, indosat dll, tapi Starlink juga bisa dimanfaatkan kekuatan separatisme seperti KKB/OPM dan pendukungnya untuk komunikasi mereka tanpa bisa terdeteksi oleh negara atau pemerintah Indonesia.
Starlink berpotensi akan mengoyak NKRI tanpa Pemerintah bisa mengontrolnya.
Makanya Starlink ini di dunia lebih banyak digunakan oleh negara-negara satelit atau pendukung politik Amerika Serikat.
Kenapa demikian? Karena Satelit Starlink memiliki perbedaan signifikan dibandingkan dengan satelit biasa.
Seperti Palapa, Satria, Kacific, Telkom 1 atau satelit-satelit lain milik luar Eropa maupun AS di luar Elon Musk.
Starlink adalah satelit Low Earth Orbit (LEO) yang beroperasi dengan ketinggian sekitar 340 hingga 1.200 km di atas permukaan bumi.
Satelit Starlink ukurannya kecil jumlahnya ribuan dirancang untuk bekerja bersama-sama secara sinkron untuk menyediakan layanan internet.
BACA JUGA:Internetan Aman, Tanpa Meninggalkan Jejak. Ini Triknya, Silakan Dicoba
Mereka itu seolah seperti BTS terbang.
Sedang Satelit komunikasi konvensional ditempatkan di orbit geostasioner (GEO) sekitar 35.786 km di atas khatulistiwa bumi, di mana mereka tetap berada di satu titik relatif terhadap permukaan bumi.
Untuk bisa melayani publik membutuhkan perangkat stasiun bumi.
Setiap satelit Starlink beratnya sekitar 260 kg.
BACA JUGA:Cara Dapatkan Ekstra Kuota Internet 22 GB dengan Mudah, Cuma Modal 10 Telkomsel Poin dan Rp10