Putusan MK soal Pilpres 2024 Menyelamatkan Bumi?

Jumat 19-04-2024,21:24 WIB
Editor : Andre

BACA JUGA:Selamatkan Remaja Indonesia dari Perzinaan!

Tegasnya, KPU harus menindaklanjuti Putusan MK No. 90 tersebut sesuai Pasal 231 UU Pemilu/UU No.7 Tahun 2017 dengan merubah terlebih prasyaratnya agar Gibran memenuhi syarat formal. Tapi KPU tutup mata.

Begitupun Bawaslu, yang menurut UU Pemilu Pasal 454 (2) sifatnya harus aktif karena Bawaslu adalah “Badan Pengawas” dan bukan “Badan Penerima Laporan”.

Bawaslu harusnya pro aktif. Tapi lagi-lagi Bawaslu masa bodo.

Karenanya jangan heran bila banyak kampus bersuara kritis dan banyak pihak serta tokoh menyampaikan Amicus Curiae kepada MK.

BACA JUGA:Politik Unifikasi Digagalkan Oleh Van Vollenhoven

Ketiga, sebab itu MK haruslah menjadi penyelamat Rule of Law demokrasi, negara hukum dan prinsip keadilan.

UUD 1945 memberi amanah agar Pemilu dan Pilpres dilakukan dengan jujur dan adil (Pasal 22 E).

Jika MK hanya bersembunyi dibalik angka-angka maka tak salah jika ada yang menyebut MK sebagai ‘Mahkamah Kalkulator’ atau ‘Mahkamah Keluarga’.

Tidak bisa MK hanya mengadili soal hasil (outcome), tapi juga proses.

BACA JUGA:Makna Yang Terkandung dalam Pembukaan UUD 1945

Sebab jika hanya mengadili angka-angka atau kuantitatif, maka majelis hakim MK yang terdiri dari para negarawan itu tidak diperlukan.

Di sinilah MK harus memiliki paradigma baru, harus mau melakukan judicial activism dan harus memprioritaskan substantive justice ketimbang procedural justice.

Dalam UUD 1945 tidak ada yang disebut “kepastian hukum” saja. Yang tertulis di dalam UUD 1945 (konstitusi) adalah “kepastian hukum yang adil” dalam Pasal 28D ayat 1.

Jadi tugas MK menjaga Konstitusi harus juga dimaknai menjaga konstitutionalisme. Sebab a constitution without constitutionalism is nonsense (konstitusi tanpa konstitusionalisme tak ada gunanya).

BACA JUGA:Pancasila Budaya Bangsa

Kategori :