BACA JUGA:Waspada Bola Lato-lato Pecah dan Membutakan Mata
Penonaktifan sementara pejabat struktural Kejari Lahat dan JPU yang menangani perkara tersebut lantaran adanya dugaan penyalahgunaan wewenang.
"Ditemukan bahwa JPU yang menangani perkara dan pejabat struktural di Kejari Lahat tidak melakukan penelitian terhadap kelengkapan syarat formil dan kelengkapan syarat materiil, serta ditemukan adanya penyimpangan dan penyalahgunaan wewenang," ulas Ketut.
Sebelumnya lagi, Kajari Lahat Sumsel, Nilawati, SH.,MH melalui Kasi Pidum, Frans Mona, S.H., M.H, memberikan penjelasan.
Mona mengatakan, tuntutan 7 bulan penjara terhadap terdakwa pemerkosaan ada beberapa alasan.
BACA JUGA:Berkat Netizen, Korban Pemerkosaan di Lahat Akan Bertemu Hotman Paris
BACA JUGA:Kisah Legenda Candi Bumi Ayu
Antara lain, pertama bahwa terdakwa masih anak-anak.
Terdakwa juga masih sekolah serta berstatus sebagai pelajar aktif.
“Berdasarkan fakta persidangan, terungkap fakta baru adanya video, foto, dan chatting,” jelas Mona kepada awak media, Jumat 6 Januari 2023 pekan kemarin.
Berdasarkan Pasal 2 Undang-undang tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA), dijelaskan Mona, perampasan kemerdekaaan dan pemidanaan adalah sebagai upaya terakhir dan penghindaran pembalasan serta pelindungan terhadap anak.
BACA JUGA:Kamu Wajib Coba, Ini 7 Makanan Khas Kabupaten Lahat Sumatera Selatan, Nomor 2 Sudah Familiar
BACA JUGA:Wow, Piutang PDAM Rp9,4 Miliar Akan Dihapuskan
“Lalu berdasarkan Pasal 3 UU SPPA, anak dalam proses peradilan berhak tidak ditangkap, ditahan atau dipenjara, kecuali sebagai upaya terakhir dan dalam waktu yang paling singkat,” beber Mona.
“Dan anak juga berhak memperoleh keadilan di muka Pengadilan anak yang objektif dan tidak memihak,” sambungnya.
“Selanjutnya Pasal 79 ayat 3 UU SPPA, minimum khusus pidana penjara tidak berlaku terhadap anak. Inilah beberapa alasan bagi kami untuk melakukan penuntutan 7 bulan terhadap pelaku tersebut,” tutup Mona.