Akan tetapi, kata Riswandar, perpanjangan kontrak harus sesuai dengan peraturan berlaku, yakni wajib mambayar nilai maksimal denda keterlambatan dengan perhitungan 1 permil/1000 x hari keterlambatan x nilai kontrak dengan keterlambatan hari.
BACA JUGA:Tol Indralaya-Prabumulih Sumsel Ditarget Selesai Maret 2023, Lebaran Idul Fitri Bisa Dilintasi
BACA JUGA:Dukung Pemulihan Ekonomi, Transaksi BNIDirect Tumbuh Positif
Dalam kontrak yang denda keterlambatan dihitung berdasarkan seluruh nilai kontrak bukan bagian tertentu dari nilai kontrak, dengan nilai maksimal dari jaminan pelaksanaan sebesar 5 persen.
"Misal sarana cukup, material lengkap karena cuaca hujan harus diundur dua hari pekerjaanya selesai, maka bisa perpanjangan waktu dan sesuai prosedur tetap membayar denda," bebernya.
"Jika pekerjaannya tidak selesai atau asal-asalan perusahaan dan personal kita putus kotrak dan blacklist," tegas Riswandar.
Sekda Riswandar juga menegaskan, terkait masalah realisasi keuangan harus sesuai kegiatan fisik di lapangan.
BACA JUGA:Cara Bermain Lato-lato dan Manfaatnya, Yuk Disimak
Dengan begitu, pembayaran proyek harus disesuaikan dengan fisik yang dikerjakan fisik.
Dirinya minta seluruh kepala organisasi perangkat daerah (OPD) mengevaluasi kondisi fisik di lapangan bagi yang ada fisik maupun keuangannya.
“Kita monitor 24 jam hingga akhir bulan Desember ini,” tegasnya lagi.
Sementara itu, Ketua Gapensi Muara Enim, Akhmad Imam Mahmudi, meminta Pemerintah Kabupaten Muara Enim mengevaluasi bagi kontraktor yang pekerjaan fisiknya tidak capai target.
BACA JUGA:Waduh! Sumatera Selatan Peringkat Kedua Kasus Peredaran Narkoba
BACA JUGA:Lato-lato, Permainan Jadul yang Kembali Viral, Simak Sejarahnya
“Semuanya ada mekanisme. Tentu bagi kontraktor yang tak capai target harus dievaluasi,” ungkap Akhmad Imam Mahmudi.