Romili Warga Muara Enim Rebut Kembali Lahannya dari PTBA, Sempat Berkali-kali Ditawar Akan Dibeli
A Romili, warga Kabupaten Muara Enim rebut kembali lahannya dari PTBA Tanjung Enim. Foto : OZI/ENIMEKSPRES.CO.ID--
MUARA ENIM, ENIMEKSPRES.CO.ID - Perjuangan A Romili (66) warga Desa Penyandingan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, Sumsel tidak sia-sia.
Dengan serba keterbatasan, namun ia tidak gentar melawan perusahaan raksasa sekelas PT Bukit Asam (PTBA) dalam mempertahankan haknya sebagai pemilik lahan yang telah diambil alih PTBA untuk dijadikan lahan tambang batu bara.
Terbukti di dalam persidangan di Pengadilan Negeri Muara Enim, Majelis Hakim telah memutuskan bahwa lahan tersebut adalah sah dan benar milik A Romili.
"Saya merasa tidak memperjualbelikan tanah saya ke PTBA atau ke orang lain, ditawar saja saya langsung tolak. Anehnya, tahu-tahu tanah saya dikatakan oleh orang PTBA sudah dibeli," kata A Romili didampingi kuasa hukumnya, Ertika Fitriani, S.H., M.M didampingi Kgs M Khaddafi, Rabu 30 November 2022.
BACA JUGA: UMK Muara Enim Bakal Lebih Tinggi dari UMP Sumsel, Pengumuman Resmi Tunggu SK Gubernur Sumsel
Menurut A Romli, bahwa tanah miliknya yang diambil alih oleh PTBA tersebut seluas 2.990,78 meter persegi yang berlokasi di ataran Tebing Ajan Desa Penyandingan, Kecamatan Tanjung Agung, Kabupaten Muara Enim, yang dijadikan kebun karet.
Lahan itu, kata orang PTBA masuk IUP PTBA, tetapi tanah tersebut adalah milik warga yang sebelumnya adalah program Perkebunan Inti Rakyat (PIR) Kebun Karet seluas 32 hektare milik warga pada tahun 1982.
Diungkapkan Romili, bahwa sebelum terjadi lahannya dimiliki oleh PTBA, ada orang PTBA yang datang ke rumahnya bermaksud untuk membeli lahan miliknya di tahun 2019.
Namun keinginan tersebut langsung ia tolak, sebab ia memang tidak berniat mau menjualnya.
BACA JUGA: Si Jago Merah Hanguskan Rumah Warga Ulak Bandung Muara Enim
Kemudian pada tahun 2020, orang PTBA datang kembali bersama Kades Penyandingan ke rumahnya dengan tujuan yang sama ingin membeli tanahnya tetapi tetap ditolaknya.
Namun setelah itu, pihak PTBA datang kembali, mereka mengatakan walaupun tidak menjualnya ke PTBA tetapi orang PTBA tetap ingin mengukur lahan, alasannya ingin mengetahui batas lahan kiri dan kanan miliknya.
"Mereka (PTBA) sempat berusaha membujuk melalui anak saya dan saya menjadikannya (Menolak Secara Halus) kalau memang mau dengan menetapkan harga Rp100 ribu per meter, yang pada saat itu pasaran sekitar Rp30-Rp40 ribu permeter," urainya.
"Tetapi PTBA tidak mau. Sebenarnya saya sengaja berikan penawaran tinggi karena saya tidak mau jual, tetapi karena ditawar terus saya berikan harga tinggi," lanjut dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: