Rektor Karakter
Sebagai BLU Universitas Lampung boleh menerima mahasiswa baru lewat tiga jalur: jalur undangan untuk lulusan SMA yang berprestasi (40 persen), jalur testing masuk dengan nilai terbaik (30 persen), dan jalur mandiri 30 persen.
Kuota itu terasa ideal. Yang sangat pintar tidak bisa dikalahkan oleh uang. Yang cukup pintar masih bisa punya peluang. Dan yang kaya bisa ikut jalur mandiri. Yakni dengan cara menyumbang. Uang itu bisa untuk biaya menjaga mutu universitas.
Setiap rektor universitas kelompok BLU bisa menetapkan tarif penerimaan mahasiswa baru lewat jalur mandiri. Inilah jalur yang waktu pendaftarannya terakhir. Khusus disediakan bagi yang tidak dapat undangan dan tidak lulus ujian masuk. Syaratnya: harus bayar.
Rektor Unila sudah menerbitkan surat keputusan. Tarif jalur mandiri tahun ini antara Rp 15 juta sampai 25 juta.
Kepada yang mendaftar lewat jalur mandiri disodori formulir: sanggup menyumbang berapa. Orang tua mahasiswa harus ikut tanda tangan di formulir itu.
Saya sempat melihat salah satu formulir isian jalur mandiri Universitas Lampung. Namanya calon mahasiswa itu Budi Utomo –bukan nama sebenarnya. Ia menyanggupi membayar 20 juta. Jurusan yang ia pilih: bimbingan dan konseling. Kelihatannya ia ambil angka tengah-tengah antara 15 dan 25 juta.
Tarif itu tidak sama untuk setiap fakultas. Tapi tarif di Unila tergolong murah dibanding BLU yang lain.
Maka kemungkinan besar Rektor Unila melanggar ketentuan tarif yang sudah ia tetapkan sendiri. Berarti tarif yang ditetapkan Unila masih terlalu rendah dibanding harga pasar.
Tentu untuk fakultas kedokteran tarif itu tinggi sekali: Rp 250 juta. Itu batas bawahnya. Tentu masih banyak yang sanggup membayar lebih dari itu.
Prof Karomani dikenal tegas, berani, dan banyak inisiatif. Ia orang Pandeglang, Banten. Setelah tamat SMP ia masuk sekolah pendidikan guru (SPG) di Pandeglang. Lalu kuliah di IKIP Bandung. Jurusan bahasa dan sastra Indonesia. Lalu kuliah di Universitas Padjadjaran untuk S-2 dan S-3. Bidangnya komunikasi.
Sebelum menjabat rektor di tahun 2019, Karomani menjadi wakil rektor bidang kemahasiswaan. Di Unila ia meraih gelar profesor.
Sebagai putra Pandeglang, Prof Karomani dikenal sering mengkritik bupati Pandeglang saat ini. Kritiknya keras sekali.
Umur Karomani sudah 61 tahun. Berarti ia tidak bisa maju lagi menjadi rektor untuk jabatan kali kedua. Ia sudah berjuang sampai ke Mahkamah Agung: agar batas usia rektor dinaikkan dari 60 tahun ke 70 tahun. Perjuangan itu belum berhasil.
Orang tua saat ini begitu takut anaknya tidak pandai. Karena itu sekolah mahal pun dikejar. Ketakutan orang-orang tua itu jadi makanan empuk para pendidik yang tidak punya karakter. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: