Dorong Energi Hijau, PLN EPI Kembangkan Bioenergi jadi Peluang Usaha Domestik dan Internasional
Poppy Zeidra Economic & Business Anchor, Hokkop Situngkir Direktur Biomassa PLN EPI, Moristanto Koordinator Penyiapan Program Bio Energi Kementerian ESDM RI dalam Sesi Prospek Peluang Usaha Bioenergi - Biomass Domestik & Internasional Workshop. Foto : Ist--
JAKARTA, ENIMEKSPRES.CO.ID - Bioenergi kian dipandang sebagai salah satu kunci transisi energi nasional.
Pemerintah menargetkan pemanfaatan 9 juta ton biomassa pada 2030 untuk mendukung enhanced Nationally Determined Contribution (eNDC) dan mencapai target net zero emission (NZE).
Program cofiring biomassa di PLTU pun menjadi salah satu strategi utama pengurangan emisi Gas Rumah Kaca (GRK).
Direktur Biomassa PLN Energi Primer Indonesia (EPI), Hokkop Situngkir, menegaskan biomassa bukan sekadar bahan bakar alternatif, tetapi juga ekosistem ekonomi kerakyatan.
BACA JUGA:Kontribusi Elnusa Petrofin Dukung Net Zero Emission 2060 Lewat Program Hutan Petrofin
BACA JUGA:Demi Net Zero Emission, Haruskan PLTU Mulut Tambang Sumsel 8 Dipensiunkan Bersama 12 PLTU Lainnya?
“Bioenergi itu tidak hanya bicara material yang dibakar, tetapi seluruh jejak karbon dari sumber bahan baku hingga pembakaran," ujar Hokkop saat menjadi Pembicara dalam Workshop bertajuk “Optimalisasi Peluang Usaha Bagi Pengusaha Muda” yang diselenggarakan oleh Asosiasi Pemasok Energi, Mineral, dan Batubara (ASPEBINDO) bekerja sama dengan HIPMI di Ambhara Hotel, Jakarta.
"Kami memastikan setiap tahun ada peningkatan signifikan pemanfaatan biomassa sesuai peta jalan nasional dalam Permen ESDM 12/2023 dan RUPTL 2025–2034,” lanjutnya.
PLN EPI mencatat realisasi pasokan biomassa untuk cofiring PLTU mencapai 1,6 juta ton pada 2024.
Hokkop menyebut peluang usaha biomassa terbuka luas karena melibatkan UMKM, kelompok tani, dan mitra lokal.
BACA JUGA:Apa Itu Net Zero Emission? Simak Penjelasannya di Sini Biar Wawasan Bertambah
BACA JUGA:PLTP Lumut Balai Unit 2 Dukung Net Zero Emission
“Yang dulunya limbah seperti serbuk gergaji, atau sekam hanya dibakar, sekarang bisa bernilai ekonomi. Ini bukan hanya energi bersih, tapi juga pemberdayaan masyarakat,” katanya.
Namun, ia mengakui tantangan utama masih ada pada kestabilan pasokan, kesenjangan kapasitas pengolahan, hingga harmonisasi kebijakan.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: