BACA JUGA:Berantas Bullying, Mental Anak Bangsa Terjamin
Tanggapannya adalah ada atau tidak adanya mata pelajaran bahasa Inggris dalam kurikulum pendidikan menjadi hal yang sama sekali tidak perlu diperhatikan. Mengapa demikian?
Berbagai faktor menjadi alasan atas pemikiran mereka, faktor yang pertama yaitu latar belakang pendidikan orang tua yang minim.
Latar belakang pendidikan orang tua yang minim mengakibatkan rendahnya kualitas SDM di wilayah tersebut.
Orang tua di sana beranggapan bahwa apabila terdapat pelajaran bahasa Inggris mereka akan kesulitan untuk membantu anaknya ketika ada pekerjaan rumah dari sekolah (PR).
BACA JUGA:Bukan Pesimistis, Cuma Realistis
Selain itu, pendidikan bahasa Inggris di anggap hal yang tidak perlu mereka pelajari.
Dan yang ditekankan pada anak-anak mereka hanyalah membaca, menulis, dan berhitung.
Persepsi orang tua mengenai bahasa Inggris menjadi cikal bakal terbentuknya pola pikir anak-anak tersebut yang sifatnya seperti menurun.
Kemudian faktor yang ke dua adalah faktor ekonomi.
BACA JUGA:Degradasi Bandara SMB II Palembang “Tanggung Jawab Saya Mengembalikan Gelar Internasional”
Rendahnya kemampuan ekonomi masyarakat pedesaan menimbulkan tingkat kesadaran dalam minat pendidikan bahasa Inggris masih sangat rendah.
Menurut du Plessis dalam jurnalnya yang berjudul Problems and complexities in rural schools "Terkait dengan masalah ini, banyak (jika tidak semua) keluarga ekonomi menengah ke bawah yang tinggal di daerah pedesaan menganggap bahwa pendidikan tidak dapat menjamin kesuksesan dalam hidup mereka".
Oleh karena itu mereka lebih menyukai anak-anaknya bekerja dari pada mengenyam pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi, karena hal itu memerlukan biaya yang cukup besar.
BACA JUGA:Peran Guru PAI Bekali Siswa Terhadap Sekolah Pada Nilai Ujian Praktek Agama
Untuk mempelajari bahasa Inggris secara lebih dalam masyarakat perlu datang ke sebuah lembaga non formal bimbingan belajar bahasa Inggris, hal tersebut tentu saja memerlukan uang yang cukup besar bagi mereka.