Oleh: Tiara Maureen, S.Tr. Stat (Penulis adalah Statistisi Ahli Pertama BPS Kabupaten Muara Enim)
TANGGAL 23 Juli diperingati sebagai Hari Anak Nasional. Peringatan Hari Anak Nasional merupakan bentuk perhatian terhadap perlindungan dan pemenuhan hak anak.
Momen tersebut diharapkan dapat menjadi pengingat bahwa anak merupakan generasi penerus bangsa. Selain itu, keluarga dapat berperan terhadap pemenuhan hak anak dan membentuk pribadi anak yang unggul melalui pola asuh yang baik.
Dalam Konvensi Hak Anak, terdapat empat hak dasar anak yang harus diberikan orang tuanya. Pertama, hak untuk kelangsungan hidup, yaitu hak-hak anak untuk mempertahankan hidup dan hak untuk memperoleh standar kesehatan dan perawatan sebaik-baiknya.
Kedua, hak untuk tumbuh kembang yang meliputi segala hak untuk mendapatkan pendidikan, dan untuk mendapatkan standar hidup yang layak bagi perkembangan fisik, mental, spritual, moral dan sosial anak.
Ketiga, hak untuk mendapatkan perlindungan, yang meliputi perlindungan dari diskriminasi, tindak kekerasan dan keterlantaran bagi anak-anak yang tidak mempunyai keluarga dan bagi anak-anak pengungsi.
Keempat, hak untuk berpartisipasi, meliputi hak-hak untuk menyatakan pendapat dalam segala hal yang mempengaruhi anak.
Dalam pemenuhan hak dasar anak berupa standar kesehatan, perawatan dan kelangsungan hidup, peristiwa stunting pada anak masih menjadi isu nasional yang menjadi fokus utama Pemerintah.
Menurut World Health Organization (WHO), stunting merupakan gangguan perkembangan anak yang disebabkan oleh gizi buruk, infeksi yang berulang dan simulasi psikososial yang tidak memadai.
Seorang anak mengalami stunting jika memiliki tinggi badan lebih dari -2 standar deviasi median pertumbuhan anak.
Menurut Permenkes Nomor 2 Tahun 2020 tentang standar antropometri anak, stunting diukur melalui indeks tinggi/panjang badan menurut umur.
Stunting mengindikasikan masalah gizi kronis akibat pemberian makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan gizinya. Hal ini akan berakibat pada peningkatan resiko kematian anak.
Menurut WHO, masalah kesehatan masyarakat khususnya pada anak pun akan dianggap kronis bila prevalensi stunting lebih dari 20%.
Berdasarkan hasil Studi Status Gizi Indonesia (SSGI) tahun 2021 yang dilaksanakan Kementerian Kesehatan, angka prevalensi stunting di Indonesia pada 2021 sebesar 24.4%, turun sekitar 6.4% dibanding tahun 2019.
Artinya, satu dari empat balita di Indonesia mengalami stunting. Prevalensi stunting di Indonesia masih di bawah standar yang ditentukan WHO dan tergolong kronis.