BKKBN Sambut Baik Keterlibatan Persatuan Guru NU Edukasi Siswa Cegah Perkawinan Anak dan Turunkan Stunting

BKKBN Sambut Baik Keterlibatan Persatuan Guru NU Edukasi Siswa Cegah Perkawinan Anak dan Turunkan Stunting

BKKBN Sambut Baik Keterlibatan Persatuan Guru NU untuk Edukasi Siswa Cegah Perkawinan Anak dan Turunkan Stunting. Foto : DOK--

BACA JUGA:BKKBN Hari Ini Mulai Memutakhirkan Data Keluarga di Seluruh Indonesia

Sejalan dengan dr. Hasto, Sekretaris Jenderal Pergunu dr. Aris Adi Leksono mengatakan bahwa Pergunu memiliki potensi yang cukup besar untuk mendukung program percepatan penurunan stunting.

Pergunu merupakan badan otonom NU yang menghimpun dan menaungi para guru, dosen, dan ustadz.

“Kami memiliki anggota yang massif, di mana struktur kelembagaannya terdapat di 35 provinsi, 417 cabang kabupaten/kota, 10.000 perwakilan di tingkat kecamatan, dan saat ini sedang bergerak membentuk ranting di tingkat desa khususnya di daerah Jawa Tengah dan Jawa Timur,” jelas Aris.

Lebih lanjut dia menyebutkan peran Pergunu salah satunya adalah memberikan pelayanan kepada siswa dari keluarga tidak mampu dengan datang langsung ke rumahnya untuk memberikan support misalnya bantuan berupa kuota internet untuk belajar.

BACA JUGA:Hari Keluarga Nasional 2023, Dua Gubernur dan Dua Kepala Sekolah Raih Penghargaan dari BKKBN

Menindaklanjuti pertemuan Pergunu dengan Wakil Presiden, yang mana diminta untuk terlibat dalam pencegahan stunting, maka ide dan saran dari dr. Hasto disambut baik oleh Pergunu.

Aris mengungkapkan kondisi yang umum ditemui di lapangan.

“Perkawinan anak dapat disebabkan karena pengasuhan orangtua kurang maksimal. Ada beberapa orangtua menolak tindakan membangun kesehatan dan kurangnya kepedulian tumbuh kembang anak sesuai umur."

"Ada pula orang tua memiliki pikiran bahwa vaksin haram, sudah kadung pacaran lama takut hamil di luar nikah, maka anaknya dinikahkan tidak peduli umur anak belum matang,” paparnya.

BACA JUGA:Pemutakhiran Data Keluarga BKKBN Dimanfaatkan untuk Bedah Rumah

Memang penting untuk meluruskan perspektif budaya yang masih keliru di masyarakat.

“Kerap kali masyarakat memiliki dahaga spiritualitas namun pelariannya kurang tepat, kurang memahami agama dan bagaimana cara mengamalkannya,” jelasnya.

Dirinya menambahkan contoh pespektif keliru lainnya adalah banyak yang menafsirkan bahwa  dengan menikah maka dijamin akan kaya, tanpa memikirkan dampak jangka panjangnya.

Guru memiliki media mengajar di sekolah dan di pesatren, di masyarakat memiliki sarana khutbah sehingga dapat memiliki kesempatan untuk mengedukasi masyarkat agar memiliki keperihatinan terkait sutiasi yang dihadapi Indonesia saat ini. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: