Tahanan Kasus Rudapaksa Tewas Dianiaya: Rambut Dibakar, Kaki Dinecis
Ilustrasi kasus penganiyaan. Foto : NET--
ENIMEKSPRES.CO.ID, EMPAT LAWANG - Seorang tahanan di Kabupaten Empat Lawang meregang nyawa. Itu setelah mengalami penganiyaan yang diduga dilakukan oleh oknum anggota polisi.
Korban Ari Putra (28) warga Desa Bayau, Kecamatan Pendopo, Kabupaten Empat Lawang, Sumsel ini tewas dalam tahanan di Mapolres Empat Lawang, pada Selasa (21/6/2022), sekitar pukul 22.00 WIB yang lalu.
Disaksikan temannya, Bayu, yang pada saat itu ikut ditangkap petugas. Menurut keterangan Bayu, pada hari itu dia dan Ari (korban) ditangkap sekitar lima orang.
Mereka diduga terlibat kasus dugaan rudapaksa di wilayah Pendopo, Empat Lawang.
“Saat itu, kami berdua sedang jalan. Lalu ada yang menangkap,” ujarnya, dikutip Selasa (28/6/2022).
Lanjut Bayu, dirinya dan korban Ari dinaikkan ke dalam mobil. “Kami dipukuli,” tambahnya.
Setelah itu, mereka dibawa ke markas. Ada oknum yang lalu membakar rambut mereka menggunakan korek api. Ada juga yang memukul Ari pakai senapan.
“Kakinya dinecisin. Juga dibakar,” kata dia.
Karena itu, Ari pingsan. Lalu, dimasukkan dalam ruang tahanan. Termasuk dirinya. Besok paginya, Ari dibanting oleh seseorang.
“Seperti petugas jaga. Setelah dibanting, Ari juga dipukul dadanya. Tidak lama kemudian, Ari meninggal,” sambung Bayu.
Ia mengaku diancam untuk tidak cerita. Disuruh mengakui kalau yang memukul temannya hingga meninggal itu adalah para tahanan lain.
“Setahu saya tahanan tidak melakukan pemukulan,” cetusnya.
Kejadian itu diceritakannya kepada orang tua Ari.
Irsan, ayah Ari tak terima dengan penganiayaan yang dialami putranya hinggga meregang nyawa. “Saya tidak terima anak saya dibunuh,” ucapnya.
Kata Irsan, saat memandikan jenazah anaknya, dia melihat luka lebam di tubuh almarhum.
“Kaki ada luka terbakar dan dirambut juga ada yang bekas dibakar. Ada bekas dinecisin di jari kaki. Rahangnya juga patah. Saya meminta Kapolri Bapak Listyo Sigit Prabowo untuk memberikan kami keadilan,” tuntut Irsan.
Ditegaskannya, Ari selama ini sehat. Tidak ada sakit bawaan. Tapi setelah ditangkap, pihak keluarga mendapatkan kabar Ari meninggal dengan tidak wajar. Bahkan ditemukan banyak luka-luka.
Terpisah, Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Poengky Indarti mengatakan, kasus ini menunjukkan ada kelalaian polisi dalam mengawasi tersangka yang ditahan.
Seharusnya, dengan menahan seseorang, polisi wajib menjamin keamanan dan keselamatan orang tersebut.
“Pengawasan itu selain dilakukan dengan bantuan CCTV 24 jam, juga harus dicek. Setidaknya setiap jam oleh petugas jaga tahanan,” imbuhnya.
Dengan begitu, dapat mencegah kemungkinan tindakan-tindakan kekerasan berlebihan yang dilakukan tahanan lainnya.
Penyidik dan penyelidik juga mesti dibekali body camera agar dapat diawasi tindakannya dan untuk meminimalisir pelanggaran HAM dalam proses penangkapan, penahanan dan interogasi.
“Di ruang interogasi, diharapkan dipasang CCTV, video camera dan recorder untuk memastikan penyidik dalam melakukan penyidikan menjunjung tinggi HAM,” jelasnya.
Kompolnas, lanjutnya, merekomendasikan pemeriksaan kepada petugas jaga dan atasannya karena kelalaian mengakibatkan tahanan dianiaya hingga meninggal yang katanya dilakukan oleh tahanan lain.
Termasuk kepada orang-orang yang diduga terlibat menganiaya terhadap almarhum Ari.
“Propam juga perlu memeriksa aparat yang melakukan penangkapan dan interogasi untuk melihat apakah ada kemungkinan korban disiksa saat proses penangkapan dan interogasi tersebut,” imbuh Peongky.
Menurutnya, meskipun penyidik sudah menetapkan tiga tahanan yang dituduh menganiaya, pemeriksaan Propam juga tetap diperlukan.
"Untuk mencegahnya, anggota Polri khususnya penyelidik, penyidik, dan penjaga ruang tahanan harus memahami dan melaksanakan KUHAP serta Perkap Nomor 8/2009 tentang implementasi dan standar HAM dalam Penyelenggaraan Tugas Polri,” ungkapnya.
Punishment sesuai kesalahan dan pembenahan, juga perlu dilakukan agar kejadian seperti ini tidak terulang lagi dan anggota Polri bisa menjadi Presisi.
“Saya juga berharap proses pemeriksaan Propam dapat dilakukan dengan profesional, transparan, dan akuntabel,” imbuhnya.
Terpisah, Kepala Keasistenan Pencegahan Maladministrasi Ombudsman RI Perwakilan Sumsel, Agung Pratama mengatakan, peristiwa seperti ini sering terjadi di Sumsel.
“Beberapa di antaranya menjadi objek laporan Ombudsman,” katanya, Senin (27/6/2022) malam.
Ia mengaku, Ombudsman memberi perhatian khusus kepada proses penanganan tindak kejahatan oleh Polri dan mendorong Propam segera melakukan pemeriksaan kepada oknum terduga pelaku penganiayaan.
"Jika terbukti, berikan sanksi yang tegas agar peristiwa serupa tidak terulang,” tukasnya. (eno/rei/dnn)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: sumeks.co