RUU Perampasan Aset: Antara Harapan dan Tantangan
Dr. Firmansyah, SH., M.H. Foto : DOK--
Dalam Naskah Akademik RUU Perampasan Aset, setidaknya ada tiga paradigma perubahan dalam penegakan hukum pidana, yaitu:
(1) pihak yang didakwa dalam suatu tindak pidana, tidak saja subjek hukum sebagai pelaku kejahatan, melainkan juga atas aset yang diperoleh dari kejahatan;
(2) mekanisme peradilan yang digunakan adalah peradilan perdata;
(3) tidak dikenakan sanksi pidana terhadap pelaku sebagaimana halnya yang dikenakan pada pelaku kejahatan lainnya.
RUU Perampasan Aset ditujukan untuk mengejar aset hasil kejahatan, bukan terhadap pelaku kejahatan.
Negara dapat merampas aset yang terkait dengan tindak pidana tanpa harus menunggu proses pidana yang membuktikan kesalahan pelaku (Pasal 2).
Mekanisme ini dikenal dengan non conviction based asset forfeiture (NBC).
Dalam literatur, pendekatan ini disebut In Rem, perampasan aset melalui proses perdata yakni proses hukum terhadap aset (benda), berbeda dengan proses pidana bersifat in personal (terhadap orang).
Kendati UU No. 31 Tahun 1999 Jo UU No. 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, pada Pasal 32 ayat (1), Pasal 33, Pasal 34, Pasal 38 ayat (5), dan Pasal 38B ayat (2), telah mengatur perampasan aset tanpa pemidanaan melalui gugatan perdata oleh Jaksa Pengacara Negara.
Namun, masih terdapat kekosongan hukum terutama soal bagaimana perampasan aset dalam hal tersangka/terdakwa, meninggal dunia, melarikan diri, sakit permanen, atau tidak diketahui keberadaannya.
RUU Perampasan Aset diharapkan dapat menutup celah hukum tersebut.
Pasal 5 ayat (1) dan (2) RUU Perampasan Aset, merinci mengenai aset tindak pidana yang dapat dirampas meliputi:
Aset yang diperoleh dari tindak pidana baik langsung maupun tidak langsung dan Aset yang digunakan melakukan tindak pidana.
Jenis aset lain yang dapat di rampas adalah “unexplained wealth”, yakni aset yang tidak seimbang dengan penghasilan atau sumber penambahan kekayaan, yang tidak dapat dibuktikan asal usul perolehan secara sah.
RUU ini juga membatasi aset yang dapat dirampas hanya yang bernilai Rp100 juta atau lebih (Pasal 6 ayat (1).
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber: