Plus, diperluas dengan negara-negara lain yang memiliki visi serupa.
Mereka menawarkan alternatif model pembangunan dan pendanaan yang tidak terikat pada "syarat dan ketentuan" ala Barat.
Tidak ada pemotongan anggaran sosial.
Tidak ada privatisasi paksa.
BRICS Plus sedang membangun fondasi ekonomi dan keuangan yang paralel dengan sistem yang ada.
Mereka memiliki bank pembangunan sendiri (New Development Bank) dan sedang menjajaki sistem pembayaran sendiri dengan penggunaan mata uang non-Dollar dalam transaksi perdagangan.
BRICS Plus tidak hanya menawarkan alternatif, tetapi juga secara aktif mendorong negara-negara lain untuk bergabung dalam barisan mereka.
Desakan untuk "membersihkan" jajaran menteri keuangan dari "orang-orangnya IMF" bisa jadi adalah salah satu syarat komitmen tidak tertulis untuk bergabung.
BRICS Plus adalah penantang nyata dalam tatanan ekonomi Barat.
Setelah Indonesia dan Nepal, siapa lagi yang akan menyusul?
Pertanyaan ini menggantung di udara.
Negara-negara lain yang hadir di Beijing kini berada di bawah sorotan.
Mungkin yang terdekat adalah negara-negara di Asia Tenggara, Amerika Latin atau Afrika yang juga merasa frustrasi dengan sistem ekonomi global saat ini.
Brasil misalnya, sedang menghadapi keresahan publik yang serupa terkait ketimpangan, sementara ekonomi Afrika Selatan berjuang di bawah kebijakan penghematan yang didukung IMF.
Peristiwa ini menjadi semacam efek domino, di mana satu negara yang berani melangkah akan diikuti oleh yang lain.
Pandangan Sosialisme : Ekonomi Untuk Rakyat.
Saat ini kita semua sedang menyaksikan lahirnya dunia multipolar.