JAKARTA, ENIMEKSPRES.CO.ID - Pengungkapan kasus judi online yang menjerat oknum pegawai Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) cukup menggemparkan.
Menteri Komdigi, Meutya Hafid bahkan sudah meminta maaf atas dugaan keterlibatan anak buahnya yang melindungi perusahaan judi online agar tidak dapat diblokir.
Wakil Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Antonius PS Wibowo memuji keseriusan Polri mengungkap jaringan judi online.
Bahkan, Antonius juga mengapresiasi keberhasilan Polri menangkap oknum pegawai Komdigi yang seharusnya bertugas memblokir semua akun negatif, termasuk penyedia judi online.
BACA JUGA:LPSK Apresiasi Tim Satgas TPPO Gagalkan Pemberangkatan Pekerja Migran Ilegal
BACA JUGA:LPSK Berikan Perlindungan Pada 11 Pemohon Kasus Daycare Depok
“Judi online termasuk kejahatan yang memiliki pengaruh besar bagi pembangunan bangsa, khususnya karakter sumber daya manusia. LPSK siap memberikan perlindungan jika ada saksi maupun pelaku yang berniat menjadi justice collaborator (saksi pelaku),” ungkap Antonius di Jakarta dalam rilis yang diterima enimekspres.co.id.
Menurut dia, peran Saksi Pelaku akan sangat membantu tugas penyidik untuk mengungkap aktor besar di belakang kasus judi online.
Saksi Pelaku dimaksud bisa berasal dari pegawai Komdigi sendiri untuk kasus yang baru saja diungkap pihak kepolisian.
Namun, tidak menutup kemungkinan Saksi Pelaku adalah para pegawai judi online yang telah tertangkap sebelumnya, dan mau membantu penegak hukum dengan memberikan keterangan untuk mengungkap bandar besar dari judi online.
BACA JUGA:Ini Harapan LPSK pada Pemerintahan Prabowo-Gibran
Secara kewenangan, LPSK diberi mandat untuk melindungi saksi/korban, salah satunya dengan memberi hak kerahasiaan identitas.
“Kerahasiaan identitas salah satu cara untuk membuat saksi aman saat bersaksi. Perlindungan fisik juga dapat diberikan, selain kerahasiaan identitas, bahkan saksi yang menjadi terlindung LPSK juga dapat pendampingan khusus hingga ditempatkan di Rumah Aman,” jelasnya.
Merahasiakan identitas saksi, sampai saat ini, masih menjadi “pekerjaan rumah” bersama para Aparat Penegak Hukum (APH) untuk membangun kesamaan pemahaman.