Sebagai contoh di wilayah Sumatera Selatan, ada PT Bukit Asam Tbk (PTBA) yang sudah menambang batu bara selama 42 tahun.
Pada tahun 2020, tercatat memiliki cadangan batu bara tertambang sebesar 3,33 miliar ton dan sumber daya sebesar 8,17 miliar ton.
PTBA terus menggenjot produksi dan penjualan batu bara.
Ketersediaan batu bara ini juga menjamin diversifikasi bisnis melalui hilirisasi batu bara.
BACA JUGA:Mengenal Batu Bara Garapan PT Bukit Asam, Potensi Andalan Kabupaten Muara Enim
Nah selanjutnya, pertambangan batu bara masih merupakan salah satu industri utama di masa depan pada sektor non-migas di Indonesia.
Dengan kapasitas tingkat produksi rata-rata mencapai lebih dari 60 juta ton/tahun.
Bahkan, cadangan batu bara di Indonesia masih mencukupi untuk jangka panjang.
Diprediksi pada 2040 diperkirakan sisa cadangan batu bara Indonesia mencapai lebih dari 24,8 miliar ton.
BACA JUGA:Truk Batu Bara di Muara Enim Melintas di Luar Kesepakatan Berpotensi Memperkeruh Suasana
Ini masih cukup besar.
Tetapi, hal ini tidak berbanding lurus dengan permintaan yang justru akan mengalami penurunan 40% (4,731 ton) di 2050.
Karena telah ada rencana pengetatan peraturan lingkungan khususnya untuk pembangkit listrik dan peningkatan EBT sebagai sumber energi primer.
Karena hal itulah, maka Pemerintah Indonesia mulai mempercepat transisi penggunaan batu bara sebagai sumber karbon baik untuk bahan baku kimia ataupun material karbon maju.
BACA JUGA:Pembangunan Jalan Khusus Truk Batu Bara di Muara Enim Ditarget Selesai dalam 2 Tahun
Tentunya batu bara diolah dengan teknologi modern namun ramah lingkungan, seperti penerapan teknologi Clean Coal Technology, Carbon Capture Storage (CCS), dan Carbon Capture Utilization & Storage (CCUS).