Migrasi pekerja wanita ini seringkali berhubungan dengan sektor pekerjaan domestik atau pekerjaan di sektor informal.
Mereka dapat menghadapi risiko eksploitasi, pelecehan, dan kekerasan, serta kurangnya perlindungan hukum yang memadai.
Ketidaksetaraan gender juga masih menjadi masalah di Indramayu.
Perempuan sering menghadapi penggajian yang tidak setara dengan laki-laki, kesempatan promosi yang terbatas, dan perlakuan yang tidak adil di tempat kerja.
BACA JUGA:Semangat Luar Biasa Para Perempuan Inspirator dalam Mencegah Stunting
Stereotip gender dan harapan tradisional juga dapat membatasi perempuan dalam memilih pekerjaan atau mengejar karir yang diinginkan.
Kasus perkawinan anak di Kabupaten Indramayu juga tinggi.
Kasus itu berawal dari kemiskinan dan memicu perceraian, kekerasan dalam rumah tangga, hingga stunting.
Berdasarkan data SSGI tahun 2022, prevalensi stunting di Indramayu tercatat 21,10 persen.
BACA JUGA:BKKBN Hari Ini Mulai Memutakhirkan Data Keluarga di Seluruh Indonesia
Stunting adalah kondisi kurang gizi kronis sejak bayi dalam kandungan yang berakibat terganggunya tumbuh kembang anak.
Untuk mengatasi seluruh permasalahan tersebut, Bonivasius mengatakan diperlukan regulasi dan upaya kolaboratif serta berkelanjutan dari berbagai pihak.
Termasuk pemerintah, masyarakat, sektor swasta, dan lembaga sosial, serta memastikan perlindungan dan pemenuhan hak-hak perempuan dan anak perempuan.
Kata Bonivasius, isu atau masalah kependudukan, termasuk isu kesetaraan gender, memerlukan penanganan yang komprehensif dan berkesinambungan.
BACA JUGA:Pemutakhiran Data Keluarga BKKBN Dimanfaatkan untuk Bedah Rumah
Oleh karena itu dibutuhkan alat bantu yang dapat memantik kepedulian pemerintah, termasuk pemerintah daerah, untuk dapat menemukan solusi atas dinamika dan permasalahan kependudukan secara dini.