- Oleh: Mirna Puspita (Penulis adalah mahasiswa FKIP PGSD Unsri)
BARU-BARU ini media massa dihebohkan dengan seorang anak remaja yang diduga sebagai korban dari penganiayaan yang dilakukan oleh Mario Dandy yang merupakan anak dari pejabat pajak Rafael Alun Trisambodo.
Diketahui korban bernama Cristalino David Ozora atau biasa dikenal dengan nama David yang umurnya saat ini baru menginjak 17 tahun.
Namun naasnya David harus terbaring lemah di salah satu rumah sakit yang ada di Jakarta Selatan akibat penganiayaan yang menimpa dirinya.
Kasus di atas merupakan salah satu dari sekian banyak aksi bullying atau perundungan yang terjadi di Indonesia.
Aksi bullying ini kebanyakan terjadi pada usia remaja yaitu pada rentang usia 12-19 tahun.
Dan lebih ironisnya lagi terkadang aksi bullying ini dilakukan ketika berada di sekolah atau tempat belajar.
Dimana seharusnya sekolah menjadi rumah kedua oleh anak untuk mendapatkan ilmu dan perlindungan, namun tidak aman bagi sebagian anak yang menjadi korban dari bullying.
Bullying atau perundungan bukan hanya terjadi secara fisik saja ada juga bullying yang secara verbal atau kata-kata dimana itu akan menyakiti korban secara mental.
Seperti ucapan “kau sangat gemuk seperti sapi”, “kau sangat jelek seperti kunti” dan masih banyak lagi.
Selain itu, ada juga bentuk bullying seperti pengucilan dimana korban akan dijauhi oleh teman-temannya.
Alhasil korban tidak mempunyai teman dan selalu sendiri.
Namun di sini yang menjadi fokus kita adalah bagaimana cara mengatasi sikap bullying ini baik dari segi pelaku maupun korban.
Dan menurut saya pelaku bullying maupun korban sama-sama menjadi pihak keegoisan dari kedua orang tuanya.
Bisa saja pelaku bullying melakukan perundungan karena kurangnya perhatian yang didapat dari orang tuanya.
Kemudian korban juga tidak mau mengadu atau melaporkan kekerasan yang diterimanya selain mendapatkan ancaman dari pelaku juga mungkin tidak akan ada yang mau mempedulikannya.