Rendahnya Kemampuan Membaca Peserta Didik
Oleh Teddy Handika S Pd M T Guru SMA Negeri 1 Gunung Megang PROGRAMME for International Student Assessment PISA yang diinisiasi oleh Organisation for Economic Co operation and Development OECD adalah suatu studi untuk mengevaluasi sistem pendidikan yang diikuti oleh lebih dari 70 negara di seluruh dunia Setiap 3 tahun murid murid berusia 15 tahun dari sekolah sekolah yang dipilih secara acak menempuh tes dalam mata pelajaran utama yaitu membaca matematika dan sains Tes ini bersifat diagnostik yang digunakan untuk memberikan informasi yang berguna untuk perbaikan sistem pendidikan Indonesia telah berpartisipasi dalam studi PISA mulai tahun 2000 Sumber http litbang kemdikbud go id pisa Hasil PISA 2018 yang dirilis oleh OECD di Paris Perancis menunjukkan bahwa kemampuan peserta didik Indonesia dalam membaca meraih skor rata rata 371 jauh di bawah rata rata OECD yakni 487 Dalam kemampuan membaca hanya 30 persen peserta didik Indonesia yang mencapai setidaknya kemahiran tingkat dua dalam membaca Bandingkan dengan rata rata OECD yakni 77 persen peserta didik Hasil rilis PISA 2018 kemampuan rata rata matematika dan sains untuk peserta didik Indonesia yang hasilnya juga di bawah rata rata OECD Jikalau dilihat grafik kemampuan malah hasil pengukuran dari tahun 2000 sampai dengan 2018 mengalami penurunan Kemampuan membaca wajib menjadi perhatian pemerintah terutama kepala sekolah sebagai ujung tombak pelaksanaan program peningkatan mutu di sekolah yang dipimpinnya Membaca adalah pembuka gerbang untuk menguasai pengetahuan dan keterampilan lainnya Kurikulum 2013 sudah berkali kali direvisi selalu konsisten dengan mengedepankan program GLS Gerakan Literasi Sekolah bahkan kegiatan literasi wajib ditekankan dalam pelaksanaan pembelajaran di kelas Kencangnya gaung GLS pastinya mempunyai tujuan akhir yakni meningkatkan kemampuan membaca peserta didik Program nyata dari sekolah pasti sangat menentukan keberhasilan dalam mencapai tujuan tersebut Pelaksanaan Penilaian Akhir Semester PAS yang sudah berjalan dari hari Senin tanggal 2 Desember 2019 memberikan kesan miris terlihat nyata di depan mata betapa rendahnya minat dan daya baca peserta didik Aktivitas penilaian menjadi tidak khusuk karena sebagian besar peserta malas membaca soalnya Sibuk bertanya ke teman yang lain untuk mendapatkan jawaban Pelaksanaan penilaian sudah berjalan satu jam soal berjumlah 15 butir sebanyak dua lembar kertas tidak selesai dibaca Pada saat ditanya Mengapa soal soal mudah belum dijawab sambil menunjuk nomor soal yang dimaksud Dengan entengnya menjawab Soalnya memang belum dibaca Langsung mengelus dada jadi selama satu jam lalu apa yang dilakukan Sibuk bertanya untuk meminta jawaban temannya malah yang lebih parah ada yang hanya melamun tanpa memperhatikan soal di atas mejanya Dengan santai meninggalkan ruangan dengan lembar jawaban yang terjawab ala kadarnya Contoh kasus di atas dapat terjadi karena efek rendahnya kemampuan membaca peserta didik kita untuk mewujudkan kemampuan syarat utamanya adalah adanya minat terlebih dahulu Rendahnya minat baca setiap sekolah pasti diketahui oleh pimpinannya yang jadi pertanyaan adalah Mengapa tidak ada tindak lanjut ini yang perlu menjadi perhatian bagi Dinas Pendidikan terkait untuk mengevaluasi kinerja kepala sekolah di wilayah binaannya Tanggung jawab menumbuhkan minat baca bagi peserta didik memang bukan sepenuhnya tanggung jawab pihak sekolah tapi minimal ada program nyata dari sekolah untuk menumbuhkan minat baca tersebut Tanggung jawab kepala sekolah sebagai pimpinan dan mengambil kebijakan sangat berpengaruh pada penciptaan iklim yang positif untuk menumbuhkan minat dan daya baca peserta didik di sekolahnya Dipandang sangat urgensi untuk mengukur kemampuan membaca setiap sekolah oleh Dinas Pendidikan yang membawahi langsung sekolah tersebut Hasil yang diperoleh akan mencerminkan kinerja sebenarnya dari seorang kepala sekolah dilihat dari grafik peningkatan kemampuan membaca peserta didiknya Sejak awal bergaungnya pemberlakuan Kurikulum 2013 program yang diwajibkan adalah GLS Gerakan Literasi Sekolah Tapi kenyataan di lapangan program tersebut tidak dijalankan dengan optimal Tidak ada monitor dan evaluasi yang mengurus langsung keterlaksanaan GLS di suatu sekolah Sebagai contoh sederhana pelaksanaan kegiatan 15 menit membaca buku selain buku pelajaran Sebagian sekolah tindak lanjut kegiatan adalah setiap siswa mengumpulkan buku catatan literasinya malah sebagian lagi tidak melaksanakannya Jikalau hanya mengumpulkan catatan literasi tanpa ada umpan balik dari tugas tersebut pastinya program tersebut hanya sekedar program pencitraan saja dan tidak akan memberikan dampak positif yang nyata terutama dalam hal menumbuhkan minat baca Minat baca yang tinggi belum tentu bisa menciptakan daya baca yang baik apalagi minat bacanya rendah Ibarat kata pepatah menanam padi tidak ada jaminan pasti menghasilkan beras apalagi tidak menanam sama sekali Menumbuhkan minat baca anak usia sekolah wajib dilaksanakan dari level PAUD hingga Sekolah Menengah Atas atau sederajat Menumbuhkan artinya pihak sekolah menyiapkan iklimnya dalam bentuk program sekolah yang terencana dan terukur Wajib ada target akhir setelah program dan finalnya adalah mendapatkan nilai baik pada kemampuan membaca peserta didiknya Penciptaan iklim yang mendukung artinya program sekolah yang dilaksanakan menciptakan kebiasaan membaca buku mampu mengajak anak untuk tertarik menulis dan mengasah kemampuan dasar yang sudah ada menjadi sebuah karya Apakah setiap sekolah yang melaksanakan kurikulum 2013 sudah melaksanakan GLS Akan muncul ragam jawaban dari pelaksana kurikulum Guru dan Kepala Sekolah di antaranya Sudah masuk dalam perencanaan setiap pagi 15 menit sebelum pelajaran di mulai Yang terjadi malah sebaliknya tidak ada siswa yang membuka buku di ruang kelas pada 15 menit sebelum jam pertama Mengapa ini bisa terjadi Jawabannya sederhana hanya sebatas perencanaan dan tidak ada program yang rinci dan terukur terhadap perencanaan tersebut Di kelas kami sudah ada lemari literasi dan pojok bacanya lho bicara dengan bangga tentang program GLS nya Pada saat dicek lemari gantung itu hanya sekedar kotak kosong yang tergantung Bukunya entah dimana jikalau pun ada isinya buku paket pelajaran yang dititipkan karena terlalu berat dibawa pulang Sekali lagi kegagalan program di contoh kasus kedua menunjukkan bahwa kegiatan literasi di sekolah hanya sekedar ucapan belaka dan sekedar terlihat di mata Program yang tidak ada perencanaan jelas dan tidak terukur Kesimpulannya adalah keberadaan kepala sekolah yang kompeten wajib ada di tiap sekolah Satu hal lagi yang wajib disadari pihak sekolah Apakah guru di sekolahnya sudah mencintai buku Pertanyaan yang sederhana untuk mewujudkan iklim positif untuk menumbuhkan minat baca anak di sekolah
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: