Oleh: Mohammad Nasir (Penulis adalah Wakil Ketua Umum SMSI Pusat Bidang Pendidikan, pernah bekerja sebagai wartawan Harian Kompas 1989-2018)
PERUSAHAAN media siber, seperti yang tergabung dalam organisasi pers Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) sekarang dituntut memiliki wartawan yang mampu berpikir kritis.
Dengan berpikir kritis, kita bisa memperbaiki kualitas jurnalisme, menyaring informasi dan membedakan mana yang benar dan mana yang bohong.
Tanpa berpikir kritis, berita yang disajikan kepada masyarakat akan tercampur sampah informasi.
Apalagi kalau hanya mengandalkan informasi yang didapat dari artificial intelligence (AI), mesin pendaur ulang informasi, tanpa diverifikasi kebenarannya terlebih dulu, jurnalisme yang diproduksi akan bercampur kabar bohong (hoax).
Hoax adalah musuh jurnalisme.
Jurnalisme mengedepankan kejujuran dan kebenaran dalam menyampaikan berita.
Apapun platform medianya, tradisi verifikasi, menguji kebenaran informasi, dan mengkonfirmasi, harus tetap dilakukan.
Wartawan bebas membaca berita dari sumber manapun, dan mengutip sumber manapun dengan tetap menjunjung tinggi etika dan kejujuran, serta ikut bertanggung jawab atas kebenaran informasi yang disampaikan.
Materi yang dikutip boleh dari jumpa pers, siaran pers atau press release, pernyataan dalam wawancara, isi ceramah, atau hasil penelusuran dari google dan AI.
Akan tetapi sekali lagi wartawan harus skeptis terhadap semua itu, meragukan kebenarannya.
Kalau kemudian wartawan tertarik mengutipnya, harus melakukan verifikasi atau konfirmasi terlebih dulu, poin-poin mana yang diragukan dan perlu dicek ulang kebenarannya.
Kita tahu bahwa tidak semua informasi berlimpah di masyarakat itu benar.
Ketua Umum Serikat Media Siber Indonesia (SMSI) Pusat Firdaus telah merekomendasikan pendidikan berpikir kritis bagi semua awak media yang tergabung dalam SMSI.
“Ini penting, secara bertahap pendidikan berpikir kritis dalam jurnalisme, untuk kepentingan jurnalisme berkualitas, SMSI mengorganisir pemimpin redaksi sebagai unsur menejemen dalam sebuah lembaga Perkumpulan Pemimpin Redaksi Media Siber yang di singkat Forum Pemred SMSI. Adapun fungsinya adalah mendidik dan melatih wartawan sebagai bekal memproduksi jurnalisme berkualitas,” tutur Firdaus yang sedang menjalankan periode ke-2 kepemimpinannya.
Ada kesamaan benang merah antara rekomendasi pendidikan SMSI dan kesimpulan seminar nasional yang diselenggarakan Komisi Pendidikan, Pelatihan, dan Pengembangan Profesi Pers di Dewan Pers yang diketuai oleh Anggota Dewan Pers Paulus Tri Agung Kristanto.